Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mewujudkan Toleransi Berbasis Pluralisme dan Multikulturalisme

Fiqihaliyah.my.id

Dibanding dengan negara lainnya di dunia, Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman masyarakat yang kaya. Terdiri dari 1.340 suku bangsa membuat Indonesia mempunyai banyak budaya, tradisi, sistem kepercayaan, juga bahasa. Keberagaman ini kemudian dilambangkan dalam pita tempat bertengger sang Garuda bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, “berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Keberagaman yang satu inilah yang menjadi fondasi dasar dari ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta keadlian bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena posisinya sebagai dasar, maka tak ada artinya ketuhanan tanpa mengindahkan kebersamaan, tak disebut sikap kemanusiaan yang adil dan beradab bila melukai keberagaman, tak ada kesatuan jika yang beragam tidak mau bersatu, tidak ada pula permusyawaratan dan kebijaksanaan apabila enggan mendengar suara lain, samahalnya tidak ada keadilan sosial jika keberagaman berkaki timpang. Tanpa memahami keberagaman, runtuhlah kita sebagai kesatuan.

Namun sayangnya, banyak hal yang mengganggu ke-bhinneka tunggal ika-an masyarakat Indonesia. Kepentingan politik, ketidakadilan ekonomi, hilangnya ruh pendidikan, sampai tafsiran keagamaan yang sempit adalah sebab-sebab dari munculnya noda dalam kehidupan masyarakat yang beragam. Lahirlah permusuhan antar suku, gesekan antar tradisi, adu domba umat beragama, hilangnya keramahan, tenggang rasa, gotong royong, serta tolong menolong. Beberapa kasus terjadi di tanah air akibat goyahnya kebersamaan dan kesatuan masyarakat indonesia, seperti konflik Ambon, Poso, dan konflik etnis Dayak dengan Madura di Sampit.

Robohnya kebersamaan sangat membahayakan Indonesia. Teramat sangat membahayakan. Di masa lalu, Belanda telah dengan mudah menjajah indonesia dengan politik devide et impera, politik pecah belah dan adu domba. Politik yang berhasil menggerus rasa persamaan dan rasa keberagaman masyarakat indonesia. Dan hal yang semacamnya tidak boleh lagi terjadi di kehidupan Indonesia dewasa ini.

Untuk menjaga itu, munculah kemudian wacana-wacana yang mengajak kepada pentingnya menghargai sesama, seperti pluralisme dan multikulturalisme. Kedua paham tersebut lahir sebagai upaya penyadaran kepada masyarakat tentang menghargai perbedaan, menghormati persatuan, dan menjungjung persamaan. Hingga hasil akhirnya adalah muncul budaya toleransi di tengah masyarakat yang mejemuk ini.

Pluralisme merupakan wacana yang persatuan dan persamaan yang berbasis pada keagamaan. Ia lahir dari pandangan bahwa setiap agama mempunyai kebenaran, bertuhankan Tuhan yang Maha Esa. Wa ilȃhuan wa ilȃhukum wȃhid, dan sesungguhnya Tuhan kami dan Tuhan kamu semua adalah satu. Yang membedakan adalah syari’atnya, yakni, dalam istilah Muhammad Mujib, pendekatan manusia terhadap kehendak Tuhannya.

Maulana Abdul Kalam Azad membagi ajaran satu agama menjadi dua bagian. Satu bagian membentuk rohnya, bagian yang lain membentuk lahirnya. Kemudian Azad berkesimpulan bahwa perbedaan antar satu agama dengan agama yang lainnya bukanlah dalam rohnya, melainkan dalam bentukan lahirnya saja. Sedangkan roh semua agama adalah sama. Azad menerangkan bahwa agama yang sebenarnya adalah menyembah Tuhan dan hidup dengan benar. Ia mengutip QS. Al-Baqarah ayat 177,

Kebajikan itu bukanlah bahwa kamu hadapkan wajahmu (dalam shalat) ke Timur atau Barat; tetapi kebajikan adalah bahwa orang beriman kepada Tuhan, pada hari Kiamat, pada Malaikat, pada Kitab Suci, dan kepada Rasul-rasul, dan memberikan harta yang dikasihinya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, orang yang meminta-minta, memerdekakan budak, menegakkan shalat, membayar zakat, menepati janjinya jika ia berjanji, serta orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan. Inilah mereka yang benar keimanannya dan inilah orang yang benar-benar bertakwa.

Begitupun multikulturalisme, ia merupakan paham yang menekankan pada kesederajatan dan kesetaraan budaya-budaya lokal tanpa mengabaikan hak-ha dan eksistensi budaya yang lain. Paham ini mengajak kepada menghargai sesama  berbalandaskan pada kebudayaan, mengarahkan ego kesukuan pada ego persatuan.

Pada dua wacana inilah diharapkan sikap toleran masyarakat indonesia dapat dipupuk. Hingga akhirnya tumbuh sebuah negara yang mempunyai keberagaman budaya, masyarakat, dan agama, namun rukun, damai dan sejahtera masyarakatnya, adil dan bijaksana pemimpinnya. sebagaimana ditulis oleh Pierre Teilhard de Chardin dalam Le Phènomène Humain bahwa“Keberadaan yang lebih penuh adalah persatuan yang lebih akrab “. Dan semoga itulah Indonesia, negara yang semoga menjadi baldatun thayyibathun wa rabbun ghafȗr.

Wallahu ‘alam. []

Maulana Ni'ma Alhizbi

Posting Komentar untuk "Mewujudkan Toleransi Berbasis Pluralisme dan Multikulturalisme"