Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Filsafat Epikuros (341 – 271 SM)

Epikuros dilahirkan di Samos dan mendapatkan pendidikan di Athena. Seorang filosof besar bernama Demokritos memberikan pengaruh besar kepada Epikuros dalam menyusun pemikirannya. Inti  filsafat Epikuros ialah menjamin kebahagiaan manusia yang dalam pembahasan filsafat masuk kepada pembahasan etika. Ajarannya mengenai fisika hanya berfungsi sebagai persiapan pemikiran etika yang disusunnya.

Menurut Epikuros, tidak ada satupun "yang ada" dihasilkan oleh sesuatu "yang tidak ada", dan tidak ada sesuatu "yang ada" kemudian musnah menjadi "tidak ada". Sesuatu "yang ada" harus timbul dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.Dalam pandangannya, alam raya adalah kekal dan tidak terbatas, dan dibentuk oleh benda dan ruang kosong yang ditempati benda itu. Segala benda tersusun dari atom-atom, yang telah ada sejak adanya ruang kosong. 

Lebih lanjut, menurutnya atom tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat hancur. Semuanya memiliki bentuk, berat dan masanya. Kenapa ada benda yang berbeda-beda? menurut Epikuros, karena atom yang menyusunnya berbeda-beda bentuk. Atom-atom itu begitu kecil sehingga tidak dapat diamati.
Semua atom bergerak. Semula, karena beratnya, semua atom bergerak dari atas ke bawah, sehingga seolah-olah ada hujan atom. Tetapi kemudian ada beberapa atom yang menyimpang, yang mengakibatkan pertabrakan dan penimbunan atom-atom. Kejadian ini menjadikan atom-atom akhirnya berputar, yang lebih berat di tengah, sedang yang lebih ringan di tepi. Demikianlah jagat raya ini terjadi karena gerak dan pertabrakan atom-atom. Para dewa tidak ikut campur dalam penjadian jagat raya dan dalam perkembangannya lebih lanjut.
Dalam pandangan Epikuros, jiwa merupakan atom yang bulat dan licin. Pada hakekatnya jiwa adalah tubuh halus yang berada di dalam tubuh kasar. Tanpa tubuh kasar, jiwa tidak dapat ada. Oleh karena itu, setelah orang meninggal, jiwanya dilarutkan kedalam atom-atom.

Di dalam etikanya Epikuros bermaksud memberikan ketenangan batin (ataraxia) kepada manusia. Menurutnya, ketenangan batin manusia berada dalam ancaman besar yang dihasilkan dari ketakutan terhadap murkanya dewa-dewa, maut, dan nasib manusia iitu sendiri. Padahal ketakutan-ketakutan tersebut tidak ada dasarnya dan tidak masuk akal. Bukankah para dewa tidak ikut campur dalam urusan dunia ini? Di dalam jagat raya segala sesuatu terjadi karena gerak atom-atom.

Epikuros memberikan argumen kenapa manusia harus melawan ketakutan yang membelenggu ketenangan batinnya itu. Menurutnya, dewa-dewa tidak membuat alam raya dan tidak mengurusnya. Mereka menikmati kebahagiaan yang kekal, yang tidak dapat diganggu oleh siapa pun. Manusia tidak mungkin mengganggu mereka. Oleh karena itu mereka tidak akan mengganggu manusia. Itulah sebabnya orang tidak perlu takut terhadap dewa. 

Manusia juga tidak perlu takut terhadap maut. Ketika seseorang meninggal, jiwanya berubah kembali menjadi atom, oleh karena itu tidak ada hukuman di akhirat. Orang mati tidak akan menikmati apa-apa dan tidak akan menderita apa-apa. Maut bukanlah hal yang jahat dan bukanlah hal yang baik. Selama kita masih hidup kita tidak akan mati, dan jika kita mati, kita tidak ada lagi. 
Epikuros juga tidak percaya adanya nasib. Menurutnya, manusia sendirilah yang menguasai hidup dan segala perbuatannya. 

Tujuan hidup, menurut epikuros, adalah kenikmatan dan kepuasan (hedone), yang tercapai apabila batin orang tenang dan tubuhnya sehat. Ketenangan batin muncul apabila  segala kainginan dipuaskan, sehingga tiada sesuatu pun yang diinginkan lagi. Jadi semakin sedikit keinginan, makin semakin besar kebahagiaan. Oleh karena itu, orang wajib membatasi apa yang diinginkan. Walaupun dibatasi, bukan berarti manusia harus jatuh kedaam kemiskinan, karena kebahagiaan merupakan kemampuan untuk menikmati hal-hal yang sederhana. Dan dalam pandangannya, epikuros menyatakan bahwa kebahagiaan rohani lebih berharga daripada kebahagiaan jasmani.


*Disarikan dari buku Arus Filsafat karya Soegiri DS, terbitan Ultimus Bandung, tahun 2008

Posting Komentar untuk "Filsafat Epikuros (341 – 271 SM)"