Hakim dalam Islam — Penjaga Keadilan dan Amanah Ilahi
Pendahuluan
Dalam sistem peradilan Islam, posisi hakim (qadhi) menempati kedudukan yang sangat mulia dan strategis. Hakim bukan hanya pejabat hukum, tetapi penegak keadilan yang membawa amanah Allah SWT.
Seorang hakim ibarat penyeimbang antara hak dan kewajiban, antara kebenaran dan kebatilan. Melalui keputusannya, nasib seseorang bisa berubah; karena itu, jabatan hakim dipandang sebagai amanah berat yang mengandung tanggung jawab dunia dan akhirat.
Rasulullah SAW bersabda:
“Hakim itu ada tiga: satu di surga dan dua di neraka. Hakim yang mengetahui kebenaran dan memutuskan dengan benar, ia di surga. Hakim yang tahu kebenaran tapi memutus dengan zalim, dan hakim yang memutus tanpa ilmu, keduanya di neraka.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis ini menjadi peringatan keras sekaligus penghormatan tinggi bagi profesi hakim.
Pengertian Hakim dalam Islam
Secara bahasa, kata hakim berasal dari akar kata ḥakama yang berarti “mengatur”, “memutus”, atau “menetapkan hukum.”
Secara istilah, hakim adalah orang yang berwenang menetapkan hukum atas suatu perkara dengan berlandaskan hukum Islam.
Dalam sejarah Islam, peradilan (al-qadha’) telah menjadi institusi penting sejak masa Rasulullah SAW. Beliau sendiri sering bertindak sebagai hakim, memutus sengketa di antara para sahabat dengan penuh keadilan, ketelitian, dan kasih sayang.
Tugas ini kemudian dilanjutkan oleh para khalifah dan qadhi di masa pemerintahan Islam, yang menjadi contoh teladan bagi peradilan modern.
Syarat-Syarat Menjadi Hakim
Karena tanggung jawabnya begitu besar, Islam mensyaratkan agar seorang hakim memiliki kualifikasi moral, spiritual, dan intelektual yang tinggi. Menurut para ulama, syarat-syarat seorang hakim adalah:
-
Beragama Islam.
Hukum Islam harus ditegakkan oleh orang yang memahami dan beriman kepada sumber hukumnya. -
Baligh dan berakal.
Seorang hakim harus cakap hukum, mampu berpikir jernih, dan memahami akibat dari keputusannya. -
Adil dan berintegritas.
Kejujuran adalah fondasi utama. Hakim tidak boleh berpihak, baik karena harta, kedudukan, maupun perasaan pribadi. -
Berilmu dan memahami hukum syariat.
Ia harus menguasai Al-Qur’an, hadis, serta prinsip ushul fikih dan kaidah hukum Islam. -
Cakap dalam mengambil keputusan.
Seorang hakim tidak boleh ragu atau takut dalam menegakkan kebenaran, meskipun terhadap orang yang berkuasa.
Imam Al-Mawardi menegaskan, seorang qadhi harus memiliki “bashirah” (pandangan tajam terhadap fakta) dan “hikmah” (kebijaksanaan dalam menetapkan hukum). Dua hal inilah yang membedakan hakim yang adil dengan hakim yang zalim.
Tata Cara Menetapkan Hukum
Dalam memutuskan perkara, seorang hakim harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
-
Mendengar kedua belah pihak secara adil.
Hakim dilarang memutus perkara sebelum mendengar keterangan dari pihak tergugat dan penggugat secara seimbang. -
Meneliti bukti dan kesaksian.
Putusan harus didasarkan pada bayyinah (bukti kuat) dan syahadah (kesaksian yang adil). -
Tidak tergesa-gesa.
Rasulullah SAW bersabda: “Tergesa-gesa adalah bagian dari setan.” Hakim harus sabar dan berhati-hati dalam setiap keputusan. -
Memutus dengan niat ibadah.
Seorang hakim menegakkan hukum bukan untuk mencari pujian, tetapi untuk menegakkan kebenaran sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.
Kedudukan Hakim Wanita dalam Islam
Salah satu topik menarik dalam fikih peradilan adalah apakah wanita boleh menjadi hakim?
Mayoritas ulama klasik (Maliki, Syafi’i, Hanbali) membatasi peran wanita dalam jabatan qadhi hanya pada perkara tertentu, sedangkan mazhab Hanafi membolehkan wanita menjadi hakim dalam perkara perdata dan muamalah.
Dalam konteks modern, banyak negara Muslim — termasuk Indonesia — telah membuka peluang yang luas bagi perempuan menjadi hakim. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang menilai manusia berdasarkan ilmu, takwa, dan integritas, bukan jenis kelamin.
Selama seorang perempuan memenuhi syarat-syarat hukum dan menjaga keadilannya, maka ia berhak memegang amanah tersebut.
Penutup
Menjadi hakim berarti memegang kendali atas nasib dan hak-hak manusia.
Karena itu, setiap hakim dituntut untuk adil, jujur, dan takut kepada Allah dalam setiap keputusannya.
Keadilan yang ditegakkan seorang hakim bukan sekadar urusan hukum, tetapi juga ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah SWT.
Semoga para penegak hukum di mana pun berada dapat meneladani semangat kejujuran dan amanah dari sistem peradilan Islam, yang menempatkan keadilan sebagai jalan menuju ridha Ilahi.

Posting Komentar untuk "Hakim dalam Islam — Penjaga Keadilan dan Amanah Ilahi"